ANALISIS MANAJEMEN KINERJA
TERHADAP STRATEGI ORGANISASI (STUDI KASUS)
Tugas
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Human Resources Management Dalam
Menempuh Jenjang Strata Dua Magister Manajemen Universitas Komputer Indonesia
Oleh:
AGIL ICHSAN │
6110111011
AKHMAD RAMANDA │
6110111013
MELANI KARLINA │ 6110111020
MUHAMMAD IFFAN │ 6110111021
NURJANAH │ 6110111022
MM - 1
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2012
Manajemen Kinerja
A.
Pengertian Manajemen Kinerja
Kata
Manajemen Kinerja merupakan penggabungan dari kata manajemen dan kinerja.
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Menurut George
R Terry dalam bukunya Principles of Management, Manajemen merupakan
suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan seni untuk
menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok manusia yang
dilengkapi dengan sumber daya/faktor produksi untuk mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan lebih dahulu, secara efektif dan
efisien. Sedangkan menurut John R Schermerhorn Jr dalam bukunya Management,
manajemen adalah proses yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya yang dimiliki, baik manusia
dan material untuk mencapai tujuan.
Dari
beberapa definisi manajemen yang diberikan oleh para ahli, dapat disimpulkan
manajemen mencakup tiga aspek, yaitu:
a.
Pertama: Manajemen
sebagai proses,
b.
Kedua: Adanya tujuan yang telah ditetapkan,
c.
Ketiga: Mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Kata
kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya
dalam bahasa Inggris adalah performance, yang sering diindonesiakan
menjadi kata performa. (Wirawan, 2009). Pengertian Kinerja menurut beberapa
ahli adalah sebagai berikut: (Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi, 2005)
1.
Kinerja
merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian
serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps, 1992)
2.
Kinerja
merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja
(Griffin, 1987)
3.
Kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard, 1993)
4.
Kinerja
merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses
jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donelly, Gibson and
Ivancevich, 1994)
5.
Kinerja
sebagai kualitas dan kuantitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh
individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn, 1991)
6.
Kinerja
sebagai fungsi interaksi antara kemampuan (Ability=A), motivasi (motivation=M)
dan kesempatan (Opportunity=O) atau Kinerja = ƒ(A x M x O); artinya:
kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins,1996).
Dengan
demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan
sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan
hasil seperti yang diharapkan.
Dari
kedua kata manajemen dan kinerja, jika digabungkan menjadi satu kata baru yaitu
Manajemen Kinerja (Performance Management). Beberapa definisi
diungkapkan oleh para ahli sebagai berikut: (Wibowo, 2007)
1.
Manejemen
kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam
kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini
meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai
pekerjaan yang akan dilakukan (Bacal, 1994).
2.
Manajemen
kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi,
tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka
tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati
(Armstrong, 2004).
3.
Manajemen
kinerja merupakan gaya manajemen yang dasarnya adalah komunikasi terbuka antara
manajer dan karyawan yang menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan balik
baik dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya (Schwartz, 1999)
4.
Manajemen
kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendiring yang berada di belakang semua
keputusan organisasi, usaha kerja dan alokasi sumberdaya (Costello, 1994)
Dengan
memperhatikan pendapat para ahli, maka dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya
manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumberdaya yang
berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan
berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta
terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.
B. Tujuan Manajemen Kinerja
Tujuan
manajemen kinerja adalah untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong karyawan
agar bekerja dengan penuh semangat, efektif, efisien, dan produktif serta
sesuai dengan proses kerja yang benar sehingga diperoleh hasil kerja yang
optimal
Alasan
dibutuhkannya manajemen kinerja antara lain:
1.
Setiap
karyawan ingin memiliki penghasilan yang tinggi,
2.
Setiap
karyawan ingiin memiliki keahlian sesuai bidangnya,
3.
Setiap
karyawan ingin berkembang karirnya,
4.
Kewajiban bagi
pimpinan untuk meningkatkan penghasilan karyawan,
5.
Kewajiban bagi
pimpinan untuk meningkatkan kinerja karyawan,
6.
Setiap
karyawan ingin mendapatkan perlakuan adil atas hasil kerjanya,
7.
Bagi yang
berprestasi berhak memperoleh penghargaan dan bagi yang melanggar aturan wajib
diberi sangsi,
8.
Setiap
institusi ingin bekerja secara efektif, efisien, dan produktif,
9.
Berakibat
positif atau negatif tergantung dari kebijakan institusinya, positif bila
institusi memiliki niat untuk mengembangkan SDM dan negatif bila institusi
tidak memiliki niat mengembangkan SDM.
Masalah
mengenai manajemen kinerja antara lain:
1.
Mutu karyawan
masih rendah, dilihat dari kemampuan yang dimiliki sebagai akibat dari
rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan mengikuti pelatihan, dan
rendahnya etos kerja,
2.
Mutu
produk/pelayanan/hasil kerja masih rendah.
C. Mengapa Manajemen Kinerja
Diperlukan?
Suatu
organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan
organisasi menunjukkan hasil kerja/prestasi organsisasi dan menunjukkan kinerja
organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang
dijalankan. Aktivitas tersebut dapat berupa pengelolaan sumberdaya organisasi
maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil
yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan aktivitasnya.
Dengan
demikian, hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen
kinerja bukannya memberi manfaat kepada organisasi saja tetapi juga kepada
manajer dan individu. Bagi organisasi, manfaat manajemen kinerja adalah
menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki
kinerja , memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai
inti, memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar
ketrampilan, mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan,
mengusahakan basis perencanaan karier, membantu menahan pekerja terampil
agar tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan pelanggan,
mendukung program perubahan budaya.
Bagi
manajer, manfaat manajemen kinerja antara lain mengupayakan klarifikasi kinerja dan
harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara berkualitas,
memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan nonfinansial
pada staf, membantu karyawan yang kinerjanya rendah, digunakan untuk
mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau ulang kinerja dan
tingkat kompensasi.
Bagi
individu, manfaat manajemen kinerja antara lain dalam bentuk memperjelas peran
dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk tampil baik, membantu pengembangan
kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar
objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan memformulasi tujuan dan
rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan.
Menurut
Costello (1994) manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan
mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari
unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara
langsung mempengaruhi tidak saja kinerja masing-masing pekerja secara
individu dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja seluruh organisasi.
Apabila
pekerja telah memahami tentang apa yang diharapkan dari mereka dan mendapat
dukungan yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pada organisasi secara
efisien dan produktif, pemahaman akan tujuan, harga diri, dan motivasinya akan
meningkat. Dengan demikian, manajemen kinerja memerlukan kerja sama,
saling pengertian dan komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan.
D. Prinsip Dasar
Terdapat
10 prinsip dasar manajemen kinerja yang dapat menjadi pondasi yang kuat bagi
kinerja organisasi, antara lain:
1.
Menghargai
Kejujuran
2.
Memberikan
Pelayanan
3.
Tanggung
jawab
4.
Dirasakan
seperti bermain
5.
Adanya
perasaan kasihan
6.
Adanya
perumusan tujuan
7.
Terdapat
konsensus dan kerja sama
8.
Sifatnya
berkelanjutan
9.
Terjadi
komunikasi dua arah
10.
Mendapatkan
umpan balik
E. Proses Manajemen Kinerja
1.
Masukan
Manajemen
kinerja membutuhkan berbagai masukan yang harus dikelola agar dapat saling
bersinergi dalam mencapai tujuan organisasi. Masukan tersebut berupa sumberdaya
manusia (SDM), modal, material, peralatan, dan teknologi serta metode dan
mekanisme kerja.
Manajemen Kinerja memerlukan masukan
berupa tersedianya kapabilitas SDM, baik sebaga perorangan maupun tim.
Kapabilitas SDM diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan
kompetensi. SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas proses kinerja maupun hasil kerja. Sedangkan kompetensi
diperlukan agar SDM mempunyai kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi sehingga dapat memberikan kinerja terbaiknya.
2.
Proses
Manajemen
kinerja diawali dengan perencanaan tentang bagaimana merencanakan tujuan yang
diharapkan di masa yang akan datang, dan menyusun semua sumberdaya dan
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan rencana
dimonitoring dan diukur kemajuannya dalam mencapai tujuan. Penilaian dan peninjauan
kembali dilakukan untuk mengoreksi dan menentukan langkah-langkah yang
diperlukan bila terdapat deviasi terhadap rencana. Manajemen kinerja menjalin
terjadinya saling menghargai kepentingan diantara pihak-pihak yang terlibat
dalam proses kinerja. Prosedur dalam manajemen kinerja dijalankan secara jujur
untuk membatasi dampak meerugikan pada individu. Proses manajemen kinerja
dijalankan secara transparan terutama terhadap orang yang terpengaruh oleh
keputusan yang timbul dan orang mendapatkan kesempatan melalui dasar dibuatnya
suatu keputusan.
3.
Keluaran
Keluaran
merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi, baik dalam bentuk barang
maupun jasa. Hasil kerja yang dicapai organisasi harus dibandingkan dengan
tujuan yang diharapkan. Keluaran dapat lebih besar atau lebih rendah dari
tujuan yang telah ditetapkan. Bila terdapat deviasi akan menjadi umpan balik
dalam perencanaan tujuan yang akan datang dan impelementasi kinerja yang sudah
dilakukan.
4.
Manfaat
Selain
memperhatikan keluaran, manajemen kinerja juga memperhatikan manfaat dari hasil
kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi organisasi, misalnya
karena keberhasilan seseorang mewujudkan prestasinya berdampak meningkatkan
motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja organisasi. Tetapi dampak
keberhasilan sesorang dapat bersifat negatif, jika karena keberhasilannya ia
menjadi sombong yang akan membuat suasana kerja menjadi tidak kondusif.
F. Model Manajemen Kinerja
1.
Model Deming
Manajemen
kinerja Deming menggambarkan keseluruhan proses manajemen kinerja.
Jika terdapat ketidaksesuaian
dalam kinerja, maka
perlu dilakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja agar tujuan yang telah
direncanakan dapat tercapai pada waktunya. Bila hal itu tidak memungkinkan,
langkah yang dapat diambil adalah dengan melakukan penyesuaian kembali terhadap
rencana dan tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Demikian seterusnya proses
kinerja akan berulang kembali melalui tahapan-tahapan tersebut di atas. Model
proses kinerja Deming dinamakan Siklus.
Gambar
Siklus Manajemen Kinerja Deming
2.
Model Torrington Dan
Hall
Torrington
dan Hall menggambarkan proses manajemen kinerja dengan merumuskan terlebih
dahulu harapan terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan dari suatu kinerja.
Kemudian, ditentukan dukungan yang diberikan
terhadap kinerja untuk mencapai tujuan. Sementara pelaksanaan kinerja
berlangsung dilakukan peninjauan kembali (review) dan penilaian kinerja.
Langkah selanjutnya melakukan pengelolaan terhadap standar kinerja. Strandar
kinerja harus dijaga agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai. Proses
manajemen kinerja Torrington dan Hall dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
3.
Model Costello
Siklus
dimulai dengan melakukan persiapan perencanaan sehingga dapat dibuat suatu
rencana dalam bentuk rencana kinerja dan pengembangan. Untuk meningkatkan
kinerja, diberikan coaching pada SDM
dan dilakukan pengukuran kemajuan kinerja. Peninjauan kembali selalu dilakukan
terhadap kemajuan pekerjaan dan bila diperlukan dilakukan perubahan
rencana. Coaching dan review dilakukan secara berkala dan akhir tahun
dilakukan penilaian kinerja tahunan dan dipergunakan untuk meninjau kembali
pengembangan. Akhirnya, hasil penilaian tersebut digunakan untuk
mempertimbangkan penggajian dan menjadi umpan balik untuk rencana tahun
berikutnya.
4.
Model Armstrong Dan
Baron
Proses
manajemen kinerja dilihat sebagai suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan
secara berurutan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Urutan manajemen
kinerja oleh Armstrong dan Baron digambarkan sebagai berikut:
a.
Misi
Organisasi dan Tujuan Strategis; merupakan titik awal proses manajemen kinerja. Misi dan
tujuan strategis dijadikan acuan bagi tingkatan manajemen di bawahnya.
Perumusan misi dan tujuan strategis organisasi ditujukan untuk memastikan bahwa
setiap kegiatan selanjutnya harus sejalan dengan tujuan tersebut dan diharapkan
dapat memberikan kontribusi pada prestasi.
b.
Rencana
dan Tujuan Bisnis dan Departemen; merupakan penjabaran dari misi organisasi dan tujuan
strategis. Pada kasus tertentu rencana dan tujuan bisnis ditetapkan lebih
dahualu, kemudian dijabarkan dan dibebankan pada departemen yang mendukungnya.
Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa kemampuan departemen menjadi faktor
pembatas dalam menentapkan rencana dan tujuan bisnis. Bila hal ini terjadi,
tujuan departemen ditentukan lebih dahulu.
c.
Kesepakatan
Kinerja (Performance Contract/Kontrak Kinerja) dan Pengembangan; merupakan kesepakatan yang dicapai
antara individu dengan manajernya tentang sasaran dan akuntabilitasnya,
biasanya dicapai pada rapat formal. Proses kesepakatan kinerja menjadi mudah
jika kedua pihak menyiapkan pertemuan dengan mengkaji ulang progres terhadap
sasaran yang disetujui. Kontrak kinerja merupakan dasar untuk mempertimbangkan
rencana yang harus dibuat untuk memperbaiki kinerja. Kontrak kinerja juga
menjadi dasar dalam melakukan penilaian terhadap kinerja bawahan.
d.
Rencana
Kinerja dan Pengembangan;
merupakan eksplorasi bersama tentang apa yang perlu dilakukan dan diketahui
individu untuk memperbaiki kinerja dan mengembangkan ketrampilan dan
kompetensinya dan bagaimana manajer dapat memberikan dukungan dan bimbingan
yang diperlukan.
e.
Tindakan
Kerja dan Pengembangan;
manajemen kinerja membantu orang untuk siap bertindak sehingga mereka dapat
mencapai hasil seperti yang diharapkan.
f.
Monitoring
dan Umpan Balik berkelanjutan; konsep terpenting dan sering berulang adalah proses
mengelola dan mengembangkan standar kinerja. Dalama hal ini dibutuhkan sikap
keterbukaan, kejujuran, bersifat positif dan terjadinya komunikasi dua arah
antara supervisor dan pekerja sepanjang tahun.
g.
Review
Formal dan Umpan Balik;
dalam melakukan review, pimpinan memberi kesempatan kepada bawahan untuk
memberi komentar tentang kepemimpinan. Review mencakup tentang: pencapaian
sasaran, tingkat kompetensi yang dicapai, kontribusi terhadap nilai-nilai
utama, pencapaian pelaksanaan rencana, pengembangan pribadi, pertimbangan
tentang masa depan, perasaan dan aspirasi tentang pekerjaan, dan komentar
terhadap dukungan manajer. Hasil review menjadi umpan balik bagi kontrak
kinerja.
h.
Penilaian
Kinerja Menyeluruh;
penilaian dilakukan dengan melihat hasil atau prestasi kerja. Tingkatan
penilaian dapat bervariasi tergantung pada jenis organisasi dan pekerjaan
yang dilakukan.
G. Kaidah-kaidah Manajemen Kinerja
Manajemen
kinerja yang baik untuk menuju
organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini:
1.
Terdapat
suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara
kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini
harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah
berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator
pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Pada organisasi
pemerintahan maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan kepada
masyarakat (akuntabilitas eksternal atau publik). Semuanya harus terukur secara
kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti
pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target
atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business
School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak
dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak
memiliki indikator kinerja , biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai
kinerja yang memuaskan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
2.
Semua
ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan
antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance
contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah
si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja
ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator
kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu
pencapaiannya. Ada dua hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja yaitu
sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk
mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan? Supaya pada saat
evaluasi nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil
akhir semata, melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum
mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan
semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus
memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum
tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang
(continuous improvements).
3.
Terdapat
suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan
bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja,
lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan, lalu (2) pelaksanaan, di mana organisasi
bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat
adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir (3)
evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan
rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.
4.
Adanya
suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan
konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial,
melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan
sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah melihat hasil
realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah
direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance appraisal atau
penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan punishment
diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena dalam banyak
hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.
5.
Terdapat
suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang
relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat
terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh
atasan, rekan kerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu
berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap
subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata
berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini
adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun
banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang
menggunakannya di berbagai organisasi. Tetapi dalam penerapannya mesti
hati-hati, karena aspek kematangan organisasi (organization maturity)
sangat berpengaruh di sini.
6.
Terdapat
suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada
pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini
adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment
kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek
lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership,
atau menjadi pengikut. Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam
organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi
yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya,
pada kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada
situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari
sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
7.
Menerapkan
konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi
memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal
penting, seperti manajemen kinerja , rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini,
kompetensi tersebut setidaknya mencakup tiga hal, yaitu kompetensi inti organisasi, kompetensi perilaku, serta
kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah
dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih
transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa
saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi berkinerja tinggi.
Strategi
Organisasi Bisnis
A.
Pengertian Strategi
Strategi adalah cara untuk mencapai
tujuan jangka panjang. Strategi bisnis bisa berupa perluasan geografis,
diversifikasi, akusisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi
karyawan, divestasi, likuidasi dan joint venture (David, p.15, 2004).
Pengertian strategi adalah Rencana
yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis
perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa
tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
organisasi (Glueck dan Jauch, p.9, 1989).
Pengertian strategi secara umum dan
khusus sebagai berikut:
1. Pengertian Umum
Strategi adalah proses penentuan
rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang
organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan
tersebut dapat dicapai.
2. Pengertian khusus
Strategi merupakan tindakan yang
bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di
masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat
terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi
pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core
competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang
dilakukan.
B.
Perumusan Strategi
Perumusan strategi merupakan proses
penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan
misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta
merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan
customer value terbaik.
Beberapa langkah yang perlu
dilakukan perusahaan dalam merumuskan strategi, yaitu:
1.
Mengidentifikasi lingkungan yang akan
dimasuki oleh perusahaan di masa depan dan menentukan misi perusahaan untuk
mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan tersebut.
2.
Melakukan analisis lingkungan internal
dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman
yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menjalankan misinya.
3.
Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan
(key success factors) dari strategi-strategi yang dirancang berdasarkan
analisis sebelumnya.
4.
Menentukan tujuan dan target terukur,
mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumberdaya
yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi.
5.
Memilih strategi yang paling sesuai
untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. (Hariadi, 2005).
C.
Tingkat-tingkat Strategi
Dengan merujuk pada pandangan Dan
Schendel dan Charles Hofer, Higgins (1985) menjelaskan adanya empat tingkatan
strategi, keseluruhannya disebut Master Strategy, yaitu enterprise strategy,
corporate strategy, business strategy dan functional strategy.
1.
Enterprise Strategy
Strategi ini berkaitan dengan
respons masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat.
Masyarakat adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat
dikontrol. Di dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan
berbagai kelompok lain seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok
sosial lainnya. Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara
organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga
dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi
sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap
tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
2.
Corporate Strategy
Strategi ini berkaitan dengan misi
organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategy yang meliputi bidang yang
digeluti oleh suatu organisasi. Pertanyaan apa yang menjadi bisnis atau urusan
kita dan bagaimana kita mengendalikan bisnis itu, tidak semata-mata untuk
dijawab oleh organisasi bisnis, tetapi juga oleh setiap organisasi pemerintahan
dan organisasi nonprofit. Apakah misi universitas yang utama? Apakah misi
yayasan ini, yayasan itu, apakah misi lembaga ini, lembaga itu? Apakah misi
utama direktorat jenderal ini, direktorat jenderal itu? Apakah misi badan ini,
badan itu? Begitu seterusnya.
Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan itu sangat penting dan kalau keliru dijawab bisa fatal.
Misalnya, kalau jawaban terhadap misi universitas ialah terjun kedalam dunia
bisnis agar menjadi kaya maka akibatnya bisa menjadi buruk, baik terhadap anak
didiknya, terhadap pemerintah, maupun terhadap bangsa dan negaranya. Bagaimana
misi itu dijalankan juga penting. Ini memerlukan keputusan-keputusan stratejik
dan perencanaan
stratejik yang selayaknya juga
disiapkan oleh setiap organisasi.
3.
Business Strategy
Strategi pada tingkat ini
menjabarkan bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat. Bagaimana
menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan
sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik
yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih
baik.
4.
Functional Strategy
Strategi ini merupakan strategi
pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi
functional, yaitu:
a.
Strategi fungsional ekonomi yaitu
mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan
ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran,
sumber daya, penelitian dan pengembangan.
b.
Strategi fungsional manajemen, mencakup
fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, implementating,
controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making,
representing, dan integrating.
c.
Strategi isu stratejik, fungsi utamanya
ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui
maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah (J. Salusu, p 101,
1996).
Tingkat-tingkat strategi itu
merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi isyarat bagi setiap pengambil keputusan
tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak boleh dilihat dari sudut kerapian
administratif semata, tetapi juga hendaknya memperhitungkan soal “kesehatan”
organisasi dari sudut ekonomi (J. Salusu, p 104, 1996).
D.
Jenis-jenis Strategi
Banyak organisasi menjalankan dua
strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi dapat sangat
beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan
terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi
yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang
berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi
defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara
bersamaan.
1.
Strategi Integrasi
Integrasi ke depan, integrasi ke
belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi
vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat
mengendalikan para distributor, pemasok, dan/atau pesaing.
2.
Strategi Intensif
Penetrasi pasar, dan pengembangan
produk kadang disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan
usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada
hendak ditingkatkan.
3.
Strategi Diversifikasi
Terdapat tiga jenis strategi
diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat.
Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut
diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait
untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal. Menambah
produk atau jasa baru yang tidak disebut diversifikasi konglomerat.
4.
Strategi Defensif
Disamping strategi integrative,
intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi
rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi Biaya terjadi
ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan
aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Kadang
disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi
biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama
proses rasionalisasi biaya, perencana strategi bekerja dengan sumber daya
terbatas dan menghadapi tekanan dari para pemegang saham, karyawan dan media.
Divestasi adalah menjual suatu
divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk
meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi atau investasi
strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi rasionalisasi
biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak
menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan
aktivitas lainnya dalam perusahaan.
Likuidasi adalah menjual semua aset
sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi
merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara
emosional sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti beroperasi
daripada terus menderita kerugian dalam jumlah besar.
5.
Strategi Umum Michael Porter
Menurut Porter, ada tiga landasan
strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu
keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi
umum.
Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar
dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan
harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan
menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada
konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus
berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah
kelompok kecil konsumen. (David, p.231, 2004)
Harrah's Cherokee Casino Resort - MapYRO
BalasHapusHarrah's Cherokee Casino Resort features deluxe accommodations, fine dining, a 안동 출장마사지 wide variety of 포항 출장마사지 entertainment 천안 출장마사지 attractions and 울산광역 출장마사지 shopping.Location: 8.8 Rating: 7.8/10 · 4,320 reviews · Price 군산 출장마사지 range: $$